Rabu, Oktober 25, 2017

Using Culture at East Java

Using Culture at East Java, maksudnya kebudayaan suku USING atau OSING di Jawa Timur, tepatnya di Banyuwangi. Kata Banyuwangi, berarti air yang harum baunya (banyu = air; wangi = harum). Banyuwangi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa dan merupakan kabupaten terbesar di Pulau Jawa. Untuk menuju ke Banyuwangi, jika berangkat dari Kabupaten Sidoarjo melalui jalan darat butuh sekitar tujuh sampai 11 jam untuk bisa sampai di Kabupaten Banyuwangi, dengan rute melalui Jalan Pantura atau Jalan Nasional III. Tetapi dapat juga ditempuh melalui jalan udara Surabaya – Banyuwangi, sekitar 50 menit.

Hari Jadi Kabupaten Banyuwangi didasarkan pada hari terjadinya Perang Puputan Bayu, yaitu perang habis-habisan atau perang sampai mati yang dilakukan warga Banyuwangi untuk menggempur pasukan VOC Belanda, yang terjadi pada tanggal 18 Desember 1771. Oleh karena itulah, pada bulan Desember 2016 lalu, Kabupaten Banyuwangi telah berusia 245 tahun.

Wilayah Banyuwangi sekarang ini merupakan bekas wilayah kerajaan Blambangan. Oleh karena itu penduduk asli Banyuwangi, yaitu Suku Osing, biasa disebut juga sebagai "wong Blambangan". Suku Osing merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.

Suku Osing memiliki bahasa yang unik. Adanya diftong atau vokal rangkap [ai] untuk vokal [i], sehingga semua kata yang berakhiran "i" pada bahasa Osing selalu terucap "ai". Seperti misalnya "geni" terbaca "genai", "bengi" terbaca "bengai", "gedigi" (begini) terbaca "gedigai". Juga adanya diftong [au] untuk vokal [u], sehingga kata yang berakhiran "u" hampir selalu terbaca "au". Seperti "gedigu" (begitu) terbaca "gedigau", "asu" terbaca "asau", "awu" terbaca "awau". Hehehe.... unik ya. Keragaman bahasa daerah di Indonesia memang luar biasa.

Selain bahasanya yang unik, Suku Osing juga memiliki beberapa tradisi yang berbau mistis atau kepercayaan turun temurun. Beberapa di antaranya adalah Upacara Tumpang Sewu, Koloan Selametan, dan Mape Kasur.

Tumpeng Sewu merupakan tradisi makan besar yang rutin dilakukan pada bulan Dzulhijah. Tradisi ini semacam tradisi tolak balak. Artinya masyarakat Osing percaya bahwa dengan adanya pesta atau upacara ini, mereka akan dijauhkan dari malapetaka. Jika upacara tersebut tidak dilaksanakan, maka musibah akan mendatangi wilayah yang mereka tinggali.

Koloan Selametan adalah tradisi yang dilaksanakan sebelum anak Suku Osing melakukan sunatan (khitan). Maksud dari tradisi adalah untuk menggembleng anak Suku Osing agar memiliki mental mantap dan siap untuk di khitan. Tradisi ini dilakukan dengan cara meneteskan darah ayam yang disembelih di atas kepala anak yang akan di sunat. Ayam yang disembelih memiliki syarat yaitu ayam jago berwarna merah yang masih perjaka.

Mepe kasur merupakan tradisi yang rutin dilakukan masyarakat Osing pada bulan Dzulhijah bersamaan dengan acara selamatan desa. Dari tradisi ini, masyarakat Osing bisa menjaga kerukunan dan semangat bekerja dalam rumah tangga. Biasanya pada hari H perayaan, seluruh masyarakat desa akan Mepe Kasur secara bersamaan. Kerukunan mereka pun terlihat dari warna kasur yang mereka gunakan, yakni warna merah dan hitam yang melambangkan tolak balak dan kelanggengan keluarga.

Ada juga tradisi yang mendapat pengaruh dari masuknya Islam, salah satunya adalah tradisi Muludan Endog-endogan (telur) yang ada sejak akhir abad 18. Telur merupakan simbol dari sebuah kelahiran, tepatnya kelahiran yang dimaksud adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW.Tradisi ini tidak serentak dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awal, tapi dilaksanakan selama satu bulan.


Sumber baca:
https://id.wikipedia.org/wiki/
https://dolandolen.com/
http://travel.kompas.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri komentar atau masukan ya :)